Rabu, 05 Oktober 2011

Pengkajian Sistem Pernapasan

Riwayat Kesehatan  
Riwayat kesehatan klien diawali dengan mengumpulkan informasi tentang data biografi, yang mencakup nama, usia, jenis kelamin, dan situasi kehidupan klien. Data demografi biasanya dicatat pada formulir pengkajian rumah sakit atau klinik. Perhatikan usia biologik klien dan bandingkan dengan penampilannya. Apakah klien tampak sesuai dengan usianya? Kelainan seperti kanker paru dan penyakit paru kronis sering membuat klien tampak lebih tua dari usia sebenarnya. Situasi kehidupan. apakah klien hidup sendiri, dengan anak-anak, atau dengan orang terdekat (kerabat), penting untuk diketahui sehingga perawat dapat membuat rencana pemulangan yang sesuai.
Riwayat pernapasan mengandung informasi tentang kondisi klien saat ini dan masalah-masalah pernapasan sebelumnya. Wawancarai klien dan keluarga dan fokuskan pada manifestasi klinik tentang keluhan utama, peristiwa yang mengarah pada kondisi saat ini, riwayat kesehatan terdahulu, riwayat keluarga, dan riwayat psikososial.
212

Mengajukan pertanyaan secara detail akan memberikan petunjuk yang bermanfaat tentang
 (1) manifestasi gangguan pernapasan
 (2) tingkat disfungsi pernapasan
 (3) pengertian klien dan keluarga tentang kondisi dan penatalaksanaannya
 (4) sistem pendukung dan kemampuan keluarga untuk mengatasi kondisi.

KELUHAN UTAMA

Keluhan utama dikumpulkan untuk menetapkan prioritas intervensi keperawatan dan untuk mengkaji tingkat pemahaman klien tentang kondisi kesehatannya saat ini. Keluhan umum penyakit pernapasan mencakup dispnea, batuk, pembentukan sputum, hemoptisis, mengi, dan nyeri dada. Fokuskan pada manifestasi dan prioritaskan pertanyaan untuk mendapatkan suatu analisis gejala.
Dispnea
Dispnea adalah kesulitan bernapas dan merupakan persepsi subjektif kesulitan ber¬napas, yang mencakup komponen fisiologis dan kognitif. Dispnea sering menjadi salah satu manifestasi klinis dialami klien dengan gangguan pulmonal dan jantung. Komponen fisiologis dispnea tidak dimengerti dengan jelas, tetapi tampaknya lebih berkaitan dengan ventilasi pernapasan daripada pernapasan itu sendiri (Phipp, 1995).

Dispnea yang berkaitan dengan penyakit pernapasan, terjadi akibat perubahan patologi yang meningkatkan tekanan jalan napas, penurunan kompliens pulmonal, perubahan system pulmonal, atau melemahnya otot-otot pernapasan.
. Takipnea mengacu pada frekuensi pernapasan lebih dari normal yang mungkin terjadi dengan atau tanpa dispnea. Hiperventilasi mengacu pada ventilasi yang lebih besar dari jumlah yang dibutuhkan untuk mempertahankan eliminasi normal karbon dioksida hiperventilasi diidentifikasi dengan mengamati tekanan parsial karbon dioksida arteri, atau PaCO2, yang kurang dari 40 mm Hg. Dispnea merupakan keluhan yang umum pada sindrom hiperventilasi. Penting juga untuk membedakan keletihan akibat aktivitas fisik dengan dispnea.

Klien yang yang mengalami dyspnea sebagai gejala utama biasanya mempunyai salah satu dari kondisi:
 (1) penyakit kardiovaskular
(2) emboli pulmonal
(3) penyakit paru interstisial atau alveolar
(4) gangguan dinding atau otot dada
(5) penyakit paru obstruktif
(6) ansietas.
Dispnea adalah gejala menonjol pada penyakit yang menyerang percabangan  trakheo bronkhial, parenkim paru, spasium pleural. Dispnea juga dialami bila otot-otot pernapasan lemah, paralise, dan keletihan.
Batuk
Batuk adalah refleks protektif yang disebabkan oleh iritasi pada percabang; trakheobronkhial. Kemampuan untuk batuk merupakan mekanisme penting dala membersihkan jalan napas bagian bawah, dan banyak orang dewasa normalnya ban beberapa kali ketika bangun tidur pagi untuk membersihkan trakhea dan faring da sekresi yang telah menumpuk selama tidur. Batuk juga merupakan gejala yang palir umum dari penyakit pernapasan.
Pada klien dengan batuk kronis, biasanya sulit untuk mengkaji waktu aktual awitan batuk. Klien biasanya tidak menyadari kapan batuknya mulai timbul. Identifika faktor-faktor yang diyakini oleh klien (dan pasangan atau teman) sebagai pencetus terjadinya batuk. Hal-hal yang perlu dikaji adalah aktivitas, posisi tubuh, iritan di lingkungan (rumah atau tempat kerja), vokalisasi (bicara normal, berteriak, bernyanyi atau berbisik), cuaca, ansietas, dan infeksi.
Stimuli yang secara khas menyebabkan batuk adalah stimuli mekanik, kimiawi, dan inflamasi. Menghirup asap, debu, atau benda asing merupakan penyebab batuk yang paling umum.
Bronkhitis kronis, asma, tuberkulosis, dan pneumonia secara khas menunjukkan batuk sebagai gejala yang menonjol. Batuk dapat dideskripsikan berdasarkan waktu (kronis, akut, dan paroksismal [episode batuk hebat yang sulit dikontrol]; berdasarkan kualitas (produktif-nonproduktif, kering-basah, batuk keras menggonggong, serak, dan batuk pendek)..
Informasi tentang obat-obat atau tindakan apa yang telah dilakukan klien untu mengatasi batuknya (mis. antitusif, kodein, inhaler, istirahat atau berdiri) penting untuk didapatkan. Tentukan juga tindak kewaspadaan apa yang telah digunakan untuk mencegah penyebaran infeksi (jika terdapat). Gunakan kesempatan untuk mengingatkai individu tentang mencuci tangan yang baik, membuang kertas tisu yang sudah basal dengan baik, dan menyelesaikan pengobatan antibiotik (jika diresepkan).
.
Pembentukan Sputum
Sputum secara konstan dikeluarkan ke atas menuju faring oleh silia paru. Sputum yang terdiri atas lendir, debris selular, mikroorganisme, darah, pus, dan benda asing akai dikeluarkan dari paru-paru dengan membatukkan atau membersihkan tenggorok.
Percabangan trakheobronkhial umumnya membentuk sekitar 90 ml mukus per hari sebagai bagian dari mekanisme pembersihan normal. Namun pembentukan sputum disertai dengan batuk adalah hal yang tidak normal. Tanyakan klien tentang warna sputum (jernih, kuning, hijau, kemerahan, atau mengandung darah), bau, kualitas (berair, berserabut, berbusa, kental), dan kuantitas (sendok teh, sendok makan, cangkir). Perubahan warna, bau, kualitas, atau kuantitas sangat penting untuk didokumentasikan dalam rekam medik klien. Tanyakan juga apakah sputum hanya dibentuk setelah klien berbaring dalam posisi tertentu. Beberapa kelainan meningkatkan pembentukan sputum. Banyaknya sputum yang dikeluarkan setiap hari dapat menunjukkan bronkhitis kronis.
Warna dari sputum mempunyai makna klinis yang penting. Sputum yang berwarna kuning menandakan suatuinfeksi. Sputum berwarnal hijau menandakan adanya pus yang terrgenang, yang umum ditemukan pada bronkhiekstasis. Karakter dan konsistensi sputum juga penting untuk dicatat.
.Hemoptisis
Hemoptisis adalah membatukkan darah, atau sputum bercampur darah. Sumber perdarahan dapat berasal dari jalan napas atas atau bawah, atau berasal dari parenkim paru. Penyebab pulmonal dari hemoptisis mencakup bronkhitis kronis, bronkhiektasis, tuberkulosis pulmonal, fibrosis kistik, granuloma nekrotikan jalan napas atas, embolisme pulmonal, pneumonia, kanker paru, dan abses paru. Abnormalitas kardiovaskular, antikoagulan, dan obat-obat imunosupresif yang menyebabkan perdarahan parenkim (jaringan paru) juga dapat menyebabkan hemoptisis.
Klien biasanya mengganggap hemoptisis sebagai indikator penyakit serius dan sering akan tampak gelisah atau takut. Lakukan pengkajian tentang awitan, durasi, jumlah, dan warna (mis. merah terang atau berbusa). Kenali perbedaan antara hemoptisis dengan hematemesis. Pada hemoptisis biasanya darah yang keluar berbusa, pH (darah) basa sementara pada hematemesis darah yang dikeluarkan tidak berbusa dan pH (darah) asam (Scanlon, 1995).

Mengi
Bunyi mengih dihasilkan ketika udara mengalir melalui jalan napas yang sebagian tersumbat atau menyempit pada saat inspirasi atau ekspirasi. Mengih dapat terdengar hanya dengan menggunakan stetoskop. Klien mungkin tidak mengeluh tentang mengih, tetapi sebaliknya dapat mengeluh tentang dada yang sesak atau tidak nyaman pada dada. Minta klien mengidentifikasi kapan mengi terjadi dan apakah hilang dengan sendirinya atau dengan menggunakan obat-obatan seperti bronkhodilator. Tidak semua mengi mengacu pada asma. Mengi dapat disebabkan oleh edema mukosa, sekresi dalam jalan napas, kolaps jalan napas akibat kehilangan elastisitas jaringan, dan benda asing atau tumor yang sebagian menyumbat aliran udara.

Nyeri Dada
Nyeri dada mungkin berkaitan dengan masalah pulmonal dan jantung, membedakannya satu sama lain memberikan makna klinis yang berarti. Lakukan analisis gejala yang lengkap pada nyeri dada. Nyeri dada akibat angina (penurunan aliran darah) merupakan masalah yang mengancam jiwa. Nyeri dada yang bersumber dari pulmonal dapat berasal dari dinding dada, pleural parietalis, pleural viseralis, atau parenkim paru. Tabel 2-1 menyajikan tipe nyeri dada yang berkaitan dengan kondisi pulmonal.

Table 2 – 1. Nyeri Dada Torakal – Pulmonal
tabel
Informasi tentang lokasi, durasi, dan intensitas nyeri dada penting untuk dikumpulkan, dan akan memberikan petunjuk dini tentang penyebab. Batuk dan infeksi Pleuritis dapat menyebabkan nyeri dada. Nyeri dada pleuritik umumnya nyeri yang terasa tajam menusuk dengan awitan mendadak tetapi dapat juga bertahap. Nyeri dada Jenis ini terjadi pada tempat inflamasi dan biasanya terlokalisasi dengan baik nyeri memngkat dengan gerakan dinding dada seperti saat batuk atau bersin dan napas dalam pasien yang mengalami nyeri jenis ini akan mempunyai pola pernapasan cepat dan aangkal dan takut melakukan gerakan. Tindakan menekan pada bagian yang nyeri biasanya memberikan peredaan. Nyeri retrosternal (di belakang sternum) biasanya erasa terbakar, konstan, dan sakit. Nyeri juga dapat berasal dari bagian tulane dan kartilago toraks.
Karakteristik angina dengan nyeri dada lainnya berbeda. Nyeri dada jantung biasanya digambarkan sebagai nyeri yang sangat sakit, hebat, sensasi seperti diremas-remas, dengan rasa tertekan atau sesak pada area substernal. Angina dapat juga menjalar ke dalam leher dan lengan. Tanyakan klien apa yang menyebabkan nyerinya (aktivitas, batuk, gerakan) dan apa yang meredakan nyerinya (nitrogliserin, membebat dinding dada).
Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Riwayat kesehatan masa lalu memberikan informasi tentang riwayat kesehatan klien dan anggota keluarganya. Kaji klien terhadap kondisi kronis manifestasi pernapasan, misalnya batuk, dispnea, pembentukan sputum, atau mengi, karena kondisi ini memberikan petunjuk tentang penyebab masalah baru. Selain mengumpulkan data tentang penyakit pada masa kanak-kanak dan status imunisasi, tanyakan klien tentang kejadian TBC, bronkhitis, influenza, asma, pneumonia, dan frekuensi infeksi saluran napas bawah setelah terjadinya infeksi saluran napas atas. Tetapkan keberadaan masalah kongenital seperti fibrosis kistik atau riwayat kelahiran bayi prematur. Masalah ini berkaitan dengan komplikasi pernapasan seperti penyakit pulmonal obstruktif atau restriktif.
Tanyakan klien tentang perawatan di rumah sakit atau pengobatan masalah pernapasan sebelumnya. Dapatkan pula informasi tentang kapan penyakit terjadi atau waktu perawatan, tindakan medis (termasuk pembedahan, penggunaan ventilator, dan pengobatan inhalasi atau terapi oksigen), dan status masalah saat ini. Tanyakan apakah klien telah menjalani pemeriksaan rontngen dan kapan, dan apakah pemeriksaan diagnostik pulmonal dilakukan. Informasi ini penting untuk membantu dalam mengeva-luasi masalah saat ini.
Dapatkan keterangan tentang cedera mulut, hidung, tenggorok, atau dada sebelumnya (seperti trauma tumpul, fraktur iga, atau pneumotoraks), juga informasi detail tentang penggunaan obat-obat bebas atau yang diresepkan.Tanyakan klien adakah riwayat keluarga tentang penyakit pernapasan. Misalnya asma, fibrosis kistik, emfisema atau penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), kanker paru, infeksi pernapasan, tuberkulosis, atau alergi. Sebutkan usia dan penyebab kematian anggota keluarga, termasuk ayah, ibu, adik, kakak, anak-anak, nenek-kakek, bibi dan paman. Tanyakan apakah ada anggota keluarga yang perokok. Perokok pasif sering kali mengalami gejala pernapasan lebih buruk.
Riwayat Psikososial
Dapatkan informasi tentang aspek-aspek psikososial klien yang mencakup lingkungan, pekerjaan, letak geografi, kebiasaan, pola olahraga, dan nutrisi. Identifikasi semua agens lingkungan yang mungkin mempengaruhi kondisi klien, lingkungan kerja dan hobi.Tanyakan tentang kondisi kehidupan klien, seperti jumlah anggota keluarga yang tinggal serumah. Kondisi kehidupan yang sumpek meningkatkan risiko penyakit pernapasan seperti tuberkulosis. Kaji terhadap bahaya lingkungan seperti sirkulasi udara yang buruk.
Kumpulkan riwayat merokok, berapa banyak sehari dan sudah berapa lama. Merokok rnenunjukkan hubungan adanya penurunan rungsi siliaris paru-paru, mening¬katkan pernbentukan lendir, dan terjadinya kanker paru. Tanyakan tentang penggunaan alkohol. Gerakan siliaris paru diperlambat oleh alkohol, yang mengurangi klirens lendir dari paru-paru. Penggunaan alkohol berlebih menekan refleks batuk sehingga berisiko mengalami aspirasi.
Tanyakan apakah toleransi terhadap aktivitas menurun atau tetap stabil. Minta klien untuk menggambarkan aktivitas khusus seperti berjalan, pekerjaan rumah yang ringan, atau berbelanja kebutuhan rumah tangga yang dapat ditoleransi klien toleransi atau sebaliknya, yang mengakibatkan sesak napas.
Mempertahankan diet yang bergizi penting untuk klien dengan penyakit pernapasan kronis. Penyakit pernapasan kronis mengakibatkan penurunan kapasitas paru dan beban keria lebih tinggi bagi paru dan sistem kardiovaskular. Penambahan beban kerja meningkatkan kebutuhan kalori dan dapat menurunkan berat badan. Klien menjadi anorektik sekunder akibat efek medikasi dan keletihan. Kaji masukan gizi selama 24 jam terakhir, minta klien mengingat pola masukan makanan seminggu terakhir.
Pengkajian Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan setelah pengumpulan riwayat kesehatan. Gunakan teknik inspeksi, palpasi, dan auskultasi. Keberhasilan pemeriksaan mengharuskan Anda untuk menguasai landmarks anatomi toraks posterior, lateral, dan anterior. Gunakan landmarks ini untuk menemukan letak dan mengetahui struktur organ di bawahnya, terutama lobus paru, jantung, dan pembuluh darah besar. Bandingkan sisi yang satu dengan sisi lainnya. Bandingkan temuan pada satu sisi toraks dengan sisi toraks sebelahnya. Palpasi, perkusi, dan auskultasi dilakukan dari depan ke belakang atau dari satu sisi toraks ke sisi lainnya sehingga Anda dapat secara kontinu mengevaluasi temuan dengan menggunakan sisi sebelahnya sebagai standar perbandingan.
Kondisi dan warna kulit klien diperhatikan selama pemeriksaan toraks (pucat, biru, kemerahan). Kaji tingkat kesadaran klien dan orientasikan selama pemeriksaan untuk menentukan kecukupan pertukaran gas.

INSPEKSI
Pengkajian fisik sebenarnya dimulai sejak pengumpulan riwayat kesehatan saat Anda mengamati klien dan respons klien terhadap pertanyaan. Perhatikan manifestasi distres pernapasan saat ini: posisi yang nyaman, takipnea, mengap-mengap, sianosis, mulut terbuka, cuping hidung mengembang, dispnea, warna kulit wajah dan bibir, dan penggunaan otot-otot asesori pernapasan. Perhatikan rasio inspirasi-ke-ekspirasi, karena lamanya ekspirasi normal dua kali dari lamanya inspirasi normal, maka rasio normal ekspirasi – inspirasi 2 : 1. Amati pola bicara. Berapa banyak kata atau kalimat yang dapat diucapkan sebelum mengambil napas berikutnya? Klien yang sesak napas mungkin hanya mampu mengucapkan tiga atau empat kata sebelum mengambil napas berikutnya.
Kunci dari setiap teknik pengkajian adalah untuk mengembangkan pendekatan yang sistematik. Logisnya, paling mudah jika dimulai dari kepala lalu terus ke tubuh bagian bawah. Inspeksi dimulai dengan pengamatan kepala dan area leher untuk mengetahui setiap kelainan utama yang dapat mengganggu pernapasan. Perhatikan bau napas dan apakah ada sputum. Perhatikan pengembangan cuping hidung, napas bibir dimonyong-kan, atau sianosis membran mukosa. Catat adanya penggunaan otot aksesori pernapasan, seperti fleksi otot sternokleidomastoid. Amati penampilan umum klien, frekuensi serta pola pernapasan, dan konfigurasi toraks. Luangkan waktu yang cukup untuk mengamati pasien secara menyuluruh sebelum beralih pada pemeriksaan lainnya. Dengan mengamati penampilan umum, frekuensi dan pola pernapasan, adanya dan karakter batuk, dan pernbentukan sputum, perawat dapat menentukan komponen pemeriksaan pulmonal mana yang sesuai untuk mengkaji status pernapasan pasien saat ini. Tabel 2-2 menyajikan temuan yang lazim pada pemeriksaan inspeksi pulmonal.
Table 2 – 2. Temuan pada Pemeriksaan Inspeksi Paru
tabel2
PALPASI
Palpasi dilakukan dengan menggunakan tangan untuk meraba struktur di atas atau di bawah permukaan tubuh. Dada dipalpasi untuk mengevaluasi kulit dan dinding dada. Palpasi dada dan medula spinalis adalah teknik skrining umum untuk mengidentifikasi adanya abnormalitas seperti inflamasi.
Perlahan letakan ibu jari tangan yang akan mempalpasi pada satu sisi trakhea dan jari-jari lainnya pada sisi sebelahnya. Gerakan trakhea dengan lembut dari satu sisi ke sisi lainnya sepanjang trakhea sambil mempalpasi terhadap adanya massa krepitus, atau deviasi dari garis tengah. Trakhea biasanya agak mudah digerakkan dan dengan cepat kembali ke posisi garis tengah setelah digeser. Masa dada, goiter, atau cedera dada akut dapat mengubah letak trakhea.
Palpasi dinding dada menggunakan bagian tumit atau ulnar tangan Anda.
Abnormalitas yang ditemukan saat inspeksi lebih lanjut diselidiki selama pemeriksaan palpasi. Palpasi dibarengi dengan inspeksi terutama efektif dalam mengkaji apakah gerakan, atau ekskursi toraks selama inspirasi dan ekspirasi, amplitudonya simetris atau sama. Selama palpasi kaji adanya krepitus (udara dalam jaringan subkutan); defek atau nyeri tekan dinding dada; tonus otot; edema; dan fremitus taktil, atau vibrasi gerakan udara melalui dinding dada ketika klien sedang bicara.
Untuk mengevaluasi ekskursi toraks, klien diminta untuk duduk tegak, dan tangan pemeriksa diletakkan pada dinding dada posterior klien (bagian punggung). Ibu jari tangan pemeriksa saling berhadapan satu sama lain pada kedua sisi tulang belakang, dan jari-jari lainnya menghadap ke atas membentuk posisi seperti kupu-kupu. Saat klien menghirup napas tangan pemeriksa harus bergerak ke atas dan keluar secara simetri. Adanya gerakan asimetri dapat menunjukkan proses penyakit pada region tersebut.
Palpasi dinding dada posterior saat klien mengucapkan kata-kata yang menghasilkan vibrasi yang relatif keras (mis. tujuh-tujuh). Vibrasi ditransmisikan dari laring melalui jalan napas dan dapat dipalpasi pada dinding dada. Intensitas vibrasi pada kedua sisi dibandingkan terhadap simetrisnya. Vibrasi terkuat teraba di atas area yang terdapat konsolidasi paru (mis. pneumonia). Penurunan fremitus taktil biasanya berkaitan dengan abnormalitas yang menggerakkan paru lebih jauh dari dinding dada, seperti efusi pleural dan pneumotoraks
Table 2-3. Temuan pada Pemeriksaan Palpasi Paru
tabel3
PERKUSI
Perkusi adalah teknik pengkajian yang menghasilkan bunyi dengan mengetuk dinding dada dengan tangan. Pengetukan dinding dada antara iga menghasilkan berbagai bunyi yang digambarkan sesuai dengan sifat akustiknya-resonan, hiperesonan, pekak, datar, atau timpanik. Bunyi resonan terdengar di atas jaringan paru normal. Bunyi hiperesonan terdengar pada adanya peningkatan udara dalam paru-paru atau spasium pleural. Bunyi akan ditemukan pada klien dengan emfisema dan pneumotoraks. Bunyi pekak terjadi di atas jaringan paru yang padat, seperti pada tumor atau konsolidasi jaringan paru. Bunyi ini biasanya terdengar di atas jantung dan hepar. Bunyi datar akan terdengar saat perkusi dilakukan pada jaringan yang tidak mengandung udara. Bunyi timpani biasanya terdengar di atas lambung, usus besar. Perkusi dimulai pada apeks dan diteruskan sampai ke dasar, beralih dari area posterior ke area lateral dan kemudian ke area anterior. Dada posterior paling baik diperkusi dengan posisi klien berdiri tegak dan tangan disilangkan di depan dada untuk memisahkan skapula.

Perkusi juga dilakukan untuk mengkaji ekskursi diafragma. Minta klien untuk menghirup napas dalam dan menahannya ketika Anda memperkusi ke arah bawah bidang paru posterior dan dengarkan bunyi perkusi yang berubah dari bunyi resonan ke pekak. Tandai area ini dengan pena. Proses ini diulang setelah klien menghembuskan napas, tandai lagi area ini. Kaji kedua sisi kanan dan kiri. Jarak antara dua tanda seharusnya 3 sampai 6 cm, jarak lebih pendek ditemukan pada wanita dan lebih panjang pada pria.
Tanda pada sebelah kiri akan sedikit lebih tinggi karena adanya hepar. Klien dengan kenaikan diafragma yang berhubungan dengan proses patologis akan mempunyai Penurunan ekskursi diafragma. Jika klien mempunyai penyakit pada lobus bawah (mis. konsolidasi atau cairan pleural), akan terdengar bunyi perkusi pekak. Bila ditemukan abnormalitas lain, pemeriksaan diagnostik lain harus dilakukan untuk mengkaji masalah secara menyeluruh. Tabel 2-4 menyajikan temuan normal dan abnormal saat dilakukan perkusi.

Table 2-4. Temuan pada Pemeriksaan Perkusi Paru
tabel-4
AUSKULTASI
Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dengan menggunakan stetoskop. Dengan mendengarkan paru-paru ketika klien bernapas melalui mulut, pemeriksa mampu mengkaji karakter bunyi napas, adanya bunyi napas tambahan, dan karakter suara yang diucapkan atau dibisikan. Dengarkan semua area paru dan dengarkan pada keadaan tanpa pakaian; jangan dengarkan bunyi paru dengan klien mengenakan pakaian, selimut, gaun, atau kaus.Karena bunyi yang terdengar kemungkinan hanya bunyi gerakan pakaian di bawah stetoskop.
Status patensi jalan napas dan paru dapat dikaji dengan mengauskultasi napas dan bunyi suara yang ditransmisikan melalui dinding dada. Untuk dapat mendengarkan bunyi napas di seluruh bidang paru, perawat harus meminta klien untuk bernapas lambat, sedang sampai napas dalam melalui mulut. Bunyi napas dikaji selama inspirasi dan ekspirasi. Lama masa inspirasi dan ekspirasi, intensitas dan puncak bunyi napas juga dikaji. Umumnya bunyi napas tidak terdengar pada lobus kiri atas, intensitas dan karakter bunyi napas harus mendekati simetris bila dibandingkan pada kedua paru. Bunyi napas normal disebut sebagai vesikular, bronkhial, dan bronkhovesikular.
Perubahan dalam bunyi napas yang mungkin menandakan keadaan patologi termasuk penurunan atau tidak terdengar bunyi napas, peningkatan bunyi napas, dan bunyi napas saling mendahului atau yang dikenal dengan bunyi adventiosa. Peningkatan bunyi napas akan terdengar bila kondisi seperti atelektasis dan pneumonia meningkatkan densitas (ketebalan) jaringan paru. Penurunan atau tidak terdengarnya bunyi napas terjadi bila transmisi gelombang bunyi yang melewati jaringan paru atau dinding dada berkurang.
Pengkajian Diagnostik pada Sistem Pernapasan
Prosedur diagnostik membantu dalam pengkajian klien dengan gangguan pernapasan. Penting untuk mengklarifikasi kapan pemeriksaan diagnostik diperlukan dan untuk tujuan apa, sehingga tindakan yang dilakukan pada pasien akan lebih terarah dan lebih berguna, serta tidak merugikan karena harus mengeluarkan biaya untuk hal-hal yang sebenarnya dapat dihindari.
Pemeriksaan kultur dan biopsi adalah prosedur yang paling sering digunakan dalam menegakkan diagnosis gangguan saluran pernapasan atas. Namun demikian, bisa saja dibutuhkan pemeriksaan diagnostik yang lebih ekstensif, jika memang kondisinya mengharuskan.


Kultur.
 Kultur tenggorok dapat dilakukan untuk mengidentifikasi organisme yang menyebabkan faringitis. Selain itu kultur tenggorok juga dapat membantu dalam mengidentifikasi organisme yang menyebabkan infeksi pada saluran pernapasan bawah. Dapat juga dilakukan apusan hidung untuk tujuan yang sama.
Biopsi.
 Prosedur biopsi mencakup tindakan mengeksisi sejumlah kecil jaringan tubuh. Dilakukan untuk memungkinkan pemeriksaan sel-sel dari faring, laring, dan rongga hidung. Dalam tindakan ini pasien mungkin saja mendapat anestesi lokal, topikal atau umum bergantung pada tempat prosedur dilakukan.Pemeriksaan pencitraan termasuk didalamnya pemeriksaan sinar-X jaringan lunak
CTscan
 pemeriksaan dengan zat kontras, dan MRI (pencitraan resonansi magnetik). Pemeriksaan tersebut mungkin dilakukan sebagai bagian integral dari pemeriksaan diagnostik untuk menentukan keluasan infeksi pada sinusitis atau pertumbuhan tumor dalam kasus tumor.
Pemeriksaan diagnostik pada saluran pernapasan bawah sedikit lebih banyak dan lebih rumit dibandingkan pemeriksaan diagnostik saluran pernapasan atas. Namun demikian bukan berarti bahwa pemeriksaan tersebut tidak saling berkaitan. Untuk pemeriksaan diagnostik saluran pernapasan bawah akan dijelaskan dalam suatu kerangka kerja yang sistematis sehingga lebih memberikan gambaran yang jelas tentang apa yang akan dilakukan dan gambaran hasil yang didapatkan, didalamnya mencakup pengkajian diagnostik status fungsional, anatomi, dan spesimen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar